nusakini.com--Memprediksi kapan gunung api meletus adalah hal yang sulit dilakukan. Bahkan ahli vulkanologi di dunia mengakui tidak bisa dengan persis menyebutkan kapan sebuah gunung api akan meletus. Hasil pengamatan aktivitas yang sudah terjadi, menjadi bekal para vulkanolog untuk memprediksikan apa yang bakal terjadi selanjutnya pada gunung api. 

Dalam kunjungan kerja ke Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Minggu (6/5), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan kembali menekankan pentingnya mitigasi bencana gunung api dalam mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber daya alam. 

"Tugas yang tidak mudah. Kita bergerak ke arah sana, meneliti dan memprediksi, untuk menyelamatkan nyawa ribuan manusia, itu tujuannya," ujar Jonan di depan pegawai BPPTKG yang hadir pada kesempatan tersebut. 

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar yang turut mendampingi Menteri ESDM pun menyampaikan pentingnya kebermanfaatan tugas para peneliti gunung api bagi warga sekitar gunung api. "Berbekal teknologi yang semakin canggih saat ini, vulkanolog diharapkan bisa memperkirakan letusan dengan lebih baik, mengacu pada siklus letusan, data pola letusan, data material, juga pengamatan yang dilakukan," katanya.

Menurut Arcandra, penting juga untuk dapat mencatat berapa nilai potensi kerugian yang dapat diselamatkan dari prediksi yang dilakukan oleh BPPTKG. "Dengan metode yang tepat, kita dapat mengetahui berapa besar kerugian yang bisa dihindari karena peringatan dini yang dikeluarkan BPPTKG," tandas Arcandra. 

Sejauh ini belum ada teknologi yang bisa memantau dinamika di dalam perut gunung api yang lokasinya terlalu dalam. Oleh karenanya, para vulkanolog mengandalkan pengamatan material yang berada di mulut (kawah) gunung api. Melalui analisis deposit debu dan lumpur vulkanik dapat diindikasikan pola letusan suatu gunung api, disamping tanda-tanda aktivitasi getaran atau kegempaan di gunung api. Hasil pengamatan inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk menaikkan atau menurunkan status gunung api. 

Saat ini BPPTKG Yogyakarta telah melakukan perubahan teknologi pemantauan dari yang mekanis menjadi berbasis jaringan dengan transmisi jarak jauh. Peralatan pemantauan dan analisis data yang baik akan membantu dalam penyediaan informasi mengenai aktivitas gunungapi dengan lebih akurat, misalnya hasil analisis laboratorium batuan untuk mengetahui apakah tipe letusan gunungapi efusif atau eksplosif. (p/ab)